LIHAT RAHASIA : Contoh Makalah singkat Tentang Prinsip-Prinsip Dasar Klasifikasi dan Karakteristik Ilmu Fikih dan konsep Muamalah
Kumpulan contoh struktur makalah penelitian untuk mahasiswa-sma-smp lengkap
- makalah prinsip dasar ilmu fiqih
- makalah prinsip dasar fiqih
- makalah ilmu fiqih
- makalah klasifikasi ilmu fiqih
- karakteristik ilmu fiqih pdf
- makalah fiqih pdf
- makalah tentang fiqih muamalah
- makalah konsep fiqih
-contoh makalah penelitian
-contoh makalah singkat
-contoh makalah mahasiswa lengkap
-contoh makalah pdf
-contoh makalah bahasa indonesia
-kumpulan contoh makalah yang baik dan benar
-contoh makalah pkn
-contoh makalah penelitian ilmiah
-contoh makalah singkat pdf
-makalah singkat tentang kesehatan
-contoh makalah singkat sma
-makalah singkat tentang internet
-contoh makalah sederhana
-contoh makalah singkat tentang lingkungan hidup
-contoh makalah singkat tentang kesehatan
-contoh makalah singkat tentang narkoba
Makalah singkat Tentang Prinsip-Prinsip Fikih
( IBADAH, MUNAKAHAT, MUAMALAT, dan JINAYAH)
I. IBADAH
A. PENDAHULUAN
Kata
“ibadah” عبادات yang
berasal dari bahasa arab telah menjadi bahasa melayu yang terpakai dan dipahami
secara baik oleh orang-orang yang menggunakan bahasa melayu atau Indonesia.
Ibadah dalam istilah bahasa arab diartikan dengan berbakti, berkhidmat, tunduk,
patuh, mengesakan dan merendahkan diri.
Secara
garis besar ibadah itu dibagi dua yaitu ibadah pokok yang dalam kajian ushul
fiqh dimasukkan kedalam hukum wajib, baik wajib ’aini atau wajib
kifayah. Termasuk kedalam kelompok ibadah pokok itu adalah apa yang menjadi rukun
islam dalam arti akan dinyatakan keluar dari islam bila sengaja meninggalkannya
yaitu; shalat, zakat, puasa dan haji, yang kesemuanya didahului oleh ucapan
syahadat.
B. HUKUM ASAL IBADAH, HARAM SAMPAI ADA DALIL
Sebagian kalangan mengemukakan alasan ketika suatu ibadah
yang tidak ada dalilnya disanggah dengan celotehan, “Kan asalnya boleh kita
beribadah, kenapa dilarang?” Sebenarnya orang yang mengemukakan semacam ini
tidak paham akan kaedah yang digariskan oleh para ulama bahwa hukum asal suatu
amalan ibadah adalah haram sampai adanya dalil. Berbeda dengan perkara duniawi
(seperti HP, FB, internet), maka hukum asalnya itu boleh sampai ada dalil yang
mengharamkan. Jadi, kedua kaedah ini tidak boleh dicampuradukkan. Sehingga bagi
yang membuat suatu amalan tanpa tuntunan, bisa kita tanyakan, “Mana dalil
yang memerintahkan?”
Link lain cara membuat gambar makalah singkat
Ada kaedah fikih yang cukup ma’ruf di
kalangan para ulama,
الأصل
في العبادات التحريم
“Hukum asal ibadah adalah haram
(sampai adanya dalil).”
Juga didukung dengan hadits ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا
لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa membuat suatu
perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut
tertolak.” (HR. Bukhari no. 20 dan Muslim no. 1718). Dalam riwayat lain
disebutkan,
Setiap
ibadah dilakukan sesuai dengan petunjuk yang ada. Bila berbeda dengan petunjuk
yang ditetapkan maka ibadah tidak sah dalam
arti tidak diterima oleh Allah swt yang menyuruh melakukan ibadat itu; atau
dalam arti ibadat yang dilakukan sia-sia. Petunjuk tersebut menyangkut rukun, syarat, kaifiyat, dan mubthilat.
Petunjuk itu ditetapkan sendiri oleh Allah atau oleh Nabi. Rukun mengandung arti sesuatu yang mesti dilakukan dan ia merupakan
bagian dari perbuatan yang dilakukan itu. Umpamanya rukuk dan sujud dalam salat. Syarat adalah sesuatu yang mesti
dilakukan, namun ia berada diluar perbuatan itu, seperti wudhu menjadi syarat untuk shalat. Kaifiyat berarti tata cara dalam melakukan sesuatu yang didalamnya
termasuk yang wajib dan di syaratkan dan termasuk pula perbuatan sunat dalam
perbuatan itu, seperti rangkaian perbuatan shalat secara sempurna. Mubthilat adalah sesuatu yang dapat
merusak arti dari apa yang di lakukan dan menjadikannya tidak sah meskipun
rukun dan syaratnya sudah terpenuhi . Umpamanya bersetubuh waktu melaksanakan
puasa. Contoh lainnya adalah:
٥. تَقْدَيْمُ الْعِبَادَةِ
قَبْلَ وَجُوْدِ سَبَبِهَا لَا يَصِحُّ.
“tidaklah sah mendahulukan ibadah sebelum ada sebabnya”
“tidaklah sah mendahulukan ibadah sebelum ada sebabnya”
Contoh
kaidah ini adalah tidak sah salat, Haji, puasa Ramadhan sebelum datang
waktunya. Kekecualiannya apabila ada cara-cara lain yang ditentukan karena ada
kesulitan atau keadaan darurat, seperti jama taqdim, misalnya melakukan salat
ashar pada waktu zuhur.
MACAM-MACAM IBADAH
1.
Ibadah Shalat
Secara
lughawi atau kata shalat mengandung
makna “Doa”. Kata shalat juga dapat berati memberi berkah.
Hukum
dasar shalat adalah wajib ‘aini dlam arti kewajiban yang ditujukan kepada
setiap orang yang telah dikenal beban hukum (mukallaf) dan tidak lepas
kewajiban seseorang dalam shalat kecuali bila telah dilakukannya sendiri sesuai
dengan ketentuannya dan tidak dapat diwakilkan pelaksanaannya; karena yang
dikehendaki Allah dlam perbuatan itu adalah berbuat itu sendiri sebagai tanda
kepatuhannya kepada Allah yang menyuruh. Adapun dalilnya yang terdapat dalam
surat al-‘Ankabut ayat 45 yang artinya:
“Dan dirikanlah shalat, karena sesungguhnya
shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar”.
2.
Ibadah Zakat
Zakat
adalah salah satu ibadah pokok dan termasuk salah satu rukun Islam. Sacara arti
kata zakat berasal dari bahasa Arab dari kata( ) mengandung beberapa arti
seperti membersihkan, bertumbuh dan berkah. Zakat itu ada dua macam, Pertama
zakat mal dan zakat fitrah.
Hukum
zakat adalah wajib ‘aini dalam arti kewajiban yang ditetapkan untuk diri
pribadi dan tidak mungkin dibebankan kepada orang lain; walaupun dalam
pelaksanaannya dapat diwakilkan kepada orang lain.
Link lain kumpulan contoh makalah yang baik dan benar
Adapun
dalilnya dalam surat Al-Baqarah ayat 43 yang artinya:
“
Dan dirikanlah shalat dan bayarkanlah
zakata dan ruku’lah kamu besertaborang-orang yang ruku’ ”.
3.
Ibadah Puasa
Puasa
adalah ibadah pokok yang ditetapkan sebagai salah satu rukun islam. Puasa,
secara arti kata bermakna menahan dan diam dalam segala bentuknya, termasuk
menahan atau diam dari berbicara.
Puasa
dalam bulan Ramadhan hukumnya adalah wajib ‘aini. Adapun dalilnya tentang
suruhan berpuasa dalam surat al-Baqarah ayat 183 yang artinya:
“
Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan
atasmu berpuasa sebagaimana diwajibkan untuk
orang-orang sebelum kamu; mudah-mudahan kamu dengan berpuasa itu menjadi
manusia yang bertaqwa”.
4.
Ibadah Haji dan Umrah
Ibadah
haji termasuk ibadah pokok yang menjadi salah satu rukun Islam yang lima,
sesuai dengan salah satu hadist nabi yang populer yang mengatakan:
Dan Nabi Shalallaahu alaihi wasalam
bersabda:
بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ
عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا
وَرَسُوْلُ اللهِ وَإِقَامِ الصَّلاَةِ وَإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ وَحَجِّ الْبَيْتِ
وَصَوْمِ رَمَضَانَ
"Islam
ditegakkan di atas lima perkara, per-saksian bahwasanya tiada Ilah yang
sebe-narnya selain Allah Subhannahu wa Ta'ala dan bahwasanya Muhammad adalah
Rasul utusan Allah Subhannahu wa Ta'ala , menegakkan shalat, menunaikan zakat,
mengerjakan ibadah haji ke Baitullah dan berpuasa di bulan Ramadhan." (
HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Hukum Haji itu
adalah wajib.
Umrah
adalah mengunjungi ka’bah dengan serangkaian ibadah khusus disekitarnya. Hukum
umrah adalah wajib sebagaimana hukum haji, karena perintah untuk melakukan umrah
itu selalu di rangkai Allah dengan perintah melaksanakan haji, umapamanya pada
Al-quran surat al-Baqarah ayat 196 yang artinya:
“Hendaklah kamu sempurnakan haji dan umrah
karena Allah”
II. MUNAKAHAT (perkawinan)
Perkawinan
dalam literatur fiqih berbahasa arab di
sebut dengan dua kata yaitu nikah dan
zawaj. Kedua kata ini kata yang terpakai dalam kehidupan sehari-hari orang arab
. Secara arti “kata nikah atau zawaj berati “bergabung”, “Hubungan kelamin” dan
juga berarti”akad”. Atau dalam arti terminologis : akad atau perjanjian yang
mengandung maksud membolehkan hubungan kelamin.
HUKUM PERKAWINAN
Perkawinan
adalah suatu perbuatan yang disuruh oleh Allah dan juga disuruh oleh Nabi.
Banyak suruhan-suruhan Allah dalam alquran untuk melaksanakan perkawinan. Di
antaranya firman-Nya dalam surat al-Nur ayat 32:
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian
diantara kamu dan orang-orang yang layak (untuk kawin) di antara hamba-hamba
sahayamu yang laki-laki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka
miskin Allah akan memberikan kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya”.
Atas
dasar ini hukum perkawinan itu menurut asalnya adalah sunnat menurut pandang
jumhur ulama. Hal ini berlaku secara umum . Namun karena ada tujuan mulia yang
hendak di capai dari perkawinan itu berbeda pula kondisinya serta situasi yang
melingkupi suasana perkawinan itu berbeda pula, maka secara rinci jumhur ulama
menyatakan hukum perkawinan itu dengan melihat keadaan orang-orang tertentu,
sebagai berikut:
a. Sunnat
bagi orang-orang yang telah berkeinginan untuk kawin.
b. Makruh
bagi orang-orang yang belum pantas untuk
kawin, belum berkeinginan untuk kawin, sedangkan perbekalan untuk kawin juga
belum ada.
c. Wajib
bagi orang-orang yang telah pantas kawin, berkeinginan untuk kawin dan memiliki
perlengkapan untuk kawin; ia khawatir akan terjerumus ke tempat maksiat kalau
ia tidak kawin.
d. Haram
bagi orang-orang yang tidak akan dapat memenuhi ketentuan syara’ untuk
melakukan perkawinan atau ia yakin perkawinan itu tidak akan mencapai tujuan
syara’, sedangkan dia menyakini perkawinan itu akan merusak kehidupan
pasangannya.
e. Mubah
bagi orang-orang yang pada dasarnya
belum ada dorongan untuk kawin dan perkawinan itu tidak akan
mendatangkan kemudaratan apa-apa kepada siapapun.
III. MU’AMALAT
Kata
mu’amalat yang kata tunggalnya ‘amala
secara arti kata mengandung arti”saling
berbuat” atau berbuat secara timbal balik. Lebih sederhana lagi berati”
Hubungan antara orang dengan orang”. Bila dihubungkan kepada lazaf fiqh ,
mengandung arti aturan yang mengatur hubungan antara seseorang dengan orang
lain dalam pergaulan hidup di dunia. Ini merupakan imbangan dari fiqh ibadah
yang mengatur hubungan lahir antara seseorang dengan Allah Pencipta. Yang
dibahas dalam bagian ini adalah mu’amalat dalam artian khusus yang merupakan
bagian dari pengertian umum tersebut, yaitu hubungan antara sesama manusia yang
berkaitan dengan harta.
Dalam
bab ini akan disampaikan kaidah fikih yang khusus dibidang muamalah, karena
kaidah asasi dan cabang-cabangnya serta kaidah umumnya, Diantara kaidah khusus
di bidang muamalah ini adalah:
1. “
Hukum asal dalam semua bentuk muamalah
adalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya”
Maksud
kaidah ini adalah bahwa dalam setiap muamalah dan transaksi, pada dasarnya
boleh , seperti jual beli, sewa menyewa, gadai, kerja sama, perwakilan, dan
lain-lain, kecuali yang tegas-tegas di haramkan seperti mengakibatkan kemudharatan,
tipuan, judi, dan riba.
IV. JINAYAH
Jinayah
atau lengkapnya Fiqh Jinayah merupakan satu dari bahasan fiqh. Kalau fiqh
adalah ketentuan yang berdasarkan wahyu Allah dan bersifat amaliah
(operasional) yang mengatur kehidupan manusia dalam hubungannya dengan Allah
dan sesama manusia, Maka fiqh jinayah secara khusus mengatur tentang pencegahan
tindak kejahatan yang dilakukan manusia dan sanksi hukuman yang berkenaan
dengan kejahatan itu.
Setiap
tindakan disebut jahat atau kejahatan bila tindakan itu merusak sendi-sendi
kehidupan manusia. Ada lima hal yang mesti ada pada manusia yang tidak sempurna
manusia bila satu diantaranya luput yaitu:
agama, jiwa, akal, harta, keturunan (sebagiam ulama memasukkan pula
harga diri dalam bentuk terakhir ini). Kelimanya disebut daruriat yang lima. Manusia diperintahkan untuk mewujudkan dan
melindungi kelima unsur kehidupan manusia itu. Sebaliknya, manusia dilarang
melakukan sesuatu yang menyebabkan rusaknya lima hal tersebut. Hal-hal apa saja
yang manusia tidak boleh merusaknya pada dasarnya merujuk kepada lima hal
tersebut. Adapun kejahatan yang dinyatakan allah dan/atau Nabi-Nya sanksinya
adalah: murtad, pembunuhan, penganiayaan, pencurian, perampokan, perzinaan,
tuduhan melakukan perzinaan tanpa bukti, meminum minuman keras.
Diantara
kaidah-kaidah khusus fiqh jinayah yang penting antara lain:
1. “
Tidak ada jarimah( tindak pidana) dan
tidak ada hukuman tanpa nash (aturan)”
Dalam
sejarah hukum islam, tidak pernah suatu perbuatan dianggap sebagai
tindak pidana dan tidak dijatuhi hukuman sebelum perbuatan tersebut dinyatakan
sebagai tindak pidana dan diberi sanksinya baik oleh al-Quran maupun Al-hadist.
Hal ini berlaku sejak nabi berpindah ke madinah yaitu sekitar abad 14 yang lalu
atau pada abad ke 7 M. Sedangkan dunia barat, baru menerapkan asas ini pada
abad ke 18 M. Sekarang kaidah ini diterapkan di semua negara termasuk di
Indonesia (lihat pasal 1 ayat 1 KUHP).
Semakna dengan kaidah di atas adalah:
“ Tidak
ada hukuman bagi orang berakal sebelum datangnya nash”
1. “ Barang
siapa yang merampas (ghasab) sesuatu, dia harus mengembalikannya atau
mengembalikan senilai harganya”
Yang dimaksudkan dengan ghasab adalah mengambil dan menguasai hak orang lain dengan maksud
jahat, Maka orang tersebut harus mengembalikan hak orang lain yang dirampasnya
atau mengantikan dengan harganya.
Itulah
beberapa kaidah kaidahnya.
KESIMPULAN
Ibadah
adalah segala usaha lahir dan bathin sesuai dengan perintah Tuhan untuk
mendapatkan kebahagiaan dan keselarasan hidup, baik terhadap diri sendiri,
keluarga, masyarakat maupun alam semesta. Dan melakukan suatu ibadah itu harus
ada dalilnya jangan asal ikut ikutan. Ada ketentuan-ketentuan sendiri dalam hal
beribadah.
Begitu
juga dengan Munakahah/ perkawinan , dalam hal ini manfaatnya sangat besar,
terutama mencegah kita untuk berbuat maksiat, memperbanyak keturunan, dll
Muamalah
sangat erat kaitannya dengan kehidupan kita sehari-hari, jadi wajib kita
ketahui hukum-hukum dan dasarnya, supaya terhindar dari Riba dan sebagainya.
Dengan
mempelajari jinayah kita paham menjalani kehidupan ini seperti apa, dan menjaga
nilai etika dalam berhubungan sesama insan.
Kesemuanya
adalah untuk kebaikan kita baik di dunia maupun di akhirat.
DAFTAR
PUSTAKA
AL-QURAN
AL KARIM.
Abu
Dawud, Sunan Abu dawud, Cairo, Mustafa al-Babiy al-Halabiy, 1952
Abu
Zahrah, Muhammad, Ushul al- Fiqh, Cairo, dar al-Fikr al- Arabiy, 1957.
Abdullah
bin Sa’id Muhammad ‘Ibadi, idhah al-Qawa’id al-Fiqhiyah, jeddah: al-Haramain,
t.t.
Al-Ghaza@
Mabna 27, KSU, Riyadh-KSA, 15 Rabi’ul Awwal 1434 H (selepas shalat Fajar)
www.rumaysho*comli,
Abu Hamid, Ihya Ulum al-Dien, Mesir , Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyah, t.t.
Tersedia contoh makalah unik lainnya tentang pendidikan sepakbola, bola basket, pancasila, biologi sel, fisika
No comments for "LIHAT RAHASIA : Contoh Makalah singkat Tentang Prinsip-Prinsip Dasar Klasifikasi dan Karakteristik Ilmu Fikih dan konsep Muamalah"
Post a Comment